Refleksi Budaya : Ketoprak UNY “Rembulan Kakalang"

Bookmark and Share

Oleh:
Bayu Widyanto (15301244010)
Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta
         
     Di Indonesia memiliki beragam suku dan budaya,  suku yang beragam maka menghasilkan kebudayaan yang beragam pula. Salah satunya adalah kesenian, baik seni tari, seni musik, seni rupa, dan sebagainya. Pada kesempatan kali ini, penulis akan membahas mengenai kesenian ketoprak. Dalam penyajiannya, ketoprak menggunakan bahasa jawa. Jalan ceritanya pun bermacam-macam, mulai dari dialog tentang sejarah sampai cerita fantasi yang didahului dengan alunan tembang-tembang Jawa. Kostum yang dipakai juga sesuai dengan adegan dan jalan cerita. Pada zaman sekarang, ketoprak sudah mulai jarang ditemui dikarenakan tidak banyak penerus bangsa yang meneruskan kesenian tersebut. Apalagi anak-anak zaman sekarang, yang kebanyakan suka bermain HP, laptop maupun komputer. Walaupun saat ini internet membantu dalam mencari informasi-informasi, pasti anak-anak zaman sekarang jarang yang tau dengan kesenian ketoprak. Oleh karena itu, perlu adanya pelestarian kesenian ketoprak dengan cara mementaskan kesenian ketoprak di banyak tempat.
Dalam rangka Dies ke-54, Universitas Negeri Yogyakarta mengadakan pementasan ketoprak yang berjudul “Rembulan Kekalang”. Pementasan diadakan di Auditorium Universitas Negeri Yogyakarta pada hari rabu 9 Mei 2018. ”Rembulan Kekalang” menceritakan tentang Tumenggung Pasingsingan merelakan putrinya yang bernama Rara Mangli untuk memikat Pangeran Timur demi derajat dan martabat yang diinginkan. Rara Mangli pun akhirnya menjadi istri Pangertan Timur. Semenjak menjadi suami Rara Mangli, Pangeran Timur lupa terhadap Mataram. Bahkan kehendak mertuanya ia setuju untuk membunuh saudaranya sendiri, yakni Pangeran Hadi Mataram yang baru dinobatkan. Sehingga, dengan terbunuhnya Pangeran Hadi Mataram maka menantunyalah yang menjadi penguasa Mataram. Pangeran Hadi Mataram yang baru saja dinobatkan sebagai Raja Mataram oleh Pangeran Sepuh Purbaya menerima ancaman dari Tumenggung Pasingsingan. Akan tetapi, pada akhirnya Tumenggung Pasingsingan kalah karena kelicikannya. Sebagai akibatnya, Rara Mangli merasa hidupnya tak berarti lagi, ia merasa kehilangan segalanya dan pada akhirnya Rara Mangli berkehendak untuk mengakhiri hidupnya.
Dari pementasan tersebut, banyak hal yang dapat kita pelajari misalnya saja dari bahasa yang digunakan dalam pementasan menggunakan bahasa jawa sehingga secara tidak langsung kita juga belajar bahasa jawa. Selain itu, dari cerita tersebut dapat kita pelajari bahwa niat yang buruk akan berakhir dengan buruk pula karena kita sebagai manusia hendaknya harus saling tolong menolong dan saling bertoleransi.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar